Sebagai salah satu buku korea yang aku baca, konten buku ini lumayan oke karena gak melulu tentang motivasi, setengahnya adalah curhat, setengahnya adalah resolusi atas masalahnya sendiri.

Penulisnya di sini menceritakan tentang betapa sulitnya memperjuangkan sebuah mimpi dan cita-cita untuk menjadi sebuah pekerjaan. Buat yang masih mendewakan pepatah “Pekerjaan yang paling menyenangkan adalah hobi yang dibayar” mesti banget untuk baca buku ini.

Isi Buku Finding My Bread


finding my bread

Aku membaca buku ini dengan cara dicicil, rasanya aku mulai bacanya dari akhir tahun 2023. Mungkin sekitar 3 bulan baru aku berhasil merampungkan buku ini. Emang rasanya susah banget untuk kembali rajin membaca di tengah gempuran media sosial, Ig reels, dan X. Asli sih, apalagi setelah pemilu sedang panas begini, rasanya semua medsos jadi penuh drama dan peperangan dan… asyik banget untuk diikuti, wkwkwk.


Buku ini sebenarnya sebuah curhatan penulisnya tentang perjuangan beliau untuk membangun usaha toko roti anti gluten. Ia adalah seseorang yang suka baking, tapi alergi tepung dengan kandungan gluten, sehingga ia membangun toko roti yang sangat khusus seperti ini. 


Sama seperti semua wirausaha, perjuangan untuk membangun toko roti ini bisa dibilang berat. Ia mengalami kegalauan mulai dari cara memilih toko, membuat perizinan usaha, menyusun strategi penjualan, kegagalan saat membuat roti, sampai problematika sama emosi pelanggan. 


Dua hal yang paling aku ingat dari buku ini adalah tentang ‘Tempat Sampah Emosi’ dan ‘Memanfaatkan Ketidakberuntungan’.


Tempat Sampah Emosi di Finding My Bread


finding my bread

Bab ‘Tempat Sampah Emosi’ menceritakan tentang masalah emosi antara penulis dengan pelanggan. Kadang, ada saja kejadian di mana ia mendapatkan komplain yang berlebihan dari pelanggan. Komplain dengan kata-kata kasar, emosi yang berlebihan, yang sebenarnya tidak pantas ia dapatkan. Dulu, ia selalu terpengaruh dengan kejadian seperti ini, mental jadi down, gak semangat lagi untuk mengisi hari-harinya membuat roti.


Namun, seiring waktu berjalan ia memahami bahwa dirinya mungkin menjadi tong sampah emosi dari pelanggan yang sedang kesulitan. Konten di dalam bab Tong sampah emosi inilah yang cukup membuat aku takjub sehingga bisa mengingatnya cukup lama, sampai sekarang.


Menjadi tong sampah emosi tentunya adalah hal yang sangat tidak mengenakkan. Namun, kita kadang gak sadar menjadikan orang terdekat kita menjadi tong sampah dari emosi yang meluap. Atasan yang marah berlebihan ke bawahan. Suami yang marah berlebihan ke istri, ibu yang marah berlebihan ke anak. Rantai ini terus berputar dan menjadikan kita manusia menjadi sosok monster di kehidupan orang lain. 


Huah, ada satu jokes dari komika Malaysia yang aku ingat, jokes pakai bahasa inggris, tapi kira-kira terjemahannya begini: 


Orangtua asia tidak membutuhkan psikiater, kita terbiasa melampiaskannya ke anak.


Jokes ini lucu sekaligus nyelekit banget di hati. Mungkin karena itu benar pakai banget. Nah kan jadi melow. Menjadi orangtua itu rasanya berat sekali, mesti punya mental yang stabil agar aura keluarga jadi sehat, tapi di sisi lain mesti menghadapi hari yang melelahkan, almost everyday. Pilihan childfree emang jadi pilihan ringkes tanpa risiko. 


Memanfaatkan Ketidakberuntungan di Finding My Bread


finding my bread

Bab ini menceritakan tentang kejadian di mana toko mereka pernah dirampok. Uang di laci digarap maling dan beberapa roti dimakan. Nah, entah mengapa si penulis merasa kejadian ini cukup lucu. Nah, aku lupa pula poin lucunya di mana, wkwk…. pokoknya penulis dan staffnya memutuskan untuk memposting cctv bekas perampokan ini di media sosial.


Video itu meledak dan pengunjung justru datang berkali-kali lipat karena penasaran dengan kejadian perampokan itu. Kadang memang ketidakberuntungan akan datang menghampiri hidup, tapi jika disikapi dengan tenang dan tepat, maka hal ini bisa dibalik menjadi keberuntungan. Kira-kira pesan inilah yang ingin disampaikan oleh penulisnya. 


Sudah deh, ini aja review buku dan senam jariku hari ini. Malam ini aku mau tidur cepat karena cucian piring menggunung dan belum setrika seragam sekolah anak. Btw, buku Finding My Bread ditulis oleh Song Seong-rye, diterbitkan tahun 2022 oleh KPG, dengan 202 halaman. Aku baca buku ini secara digital di app Gramedia. Selamat membaca.


Baca juga: The Psychology of Money, Pembelajaraan Mental untuk Menghadapi Adikuasa Uang