Gara-gara sempat hype banget di twitter, saya jadi ikut-ikutan baca buku The Psychology of Money. Man-teman ada yang tahu buku ini?

Yap, buat saya buku ini emang sesuatu yang cukup baru. Ia banyak menceritakan skandal keuangan taraf internasional dengan penjabaran begitu detail. Tentunya ada begitu banyak istilah asing yang baru saya dengar, misalnya filantropis, skema ponzi, dan insider trading. Wkwk, rumit ya?


Pendahuluan di Buku The Psychology of Money


psychology of money

Pendahuluan di buku ini menceritakan tentang tabiat manusia terhadap uang. Sesuai dengan kata-kata magis di pembatas bukunya bahwa mengelola keuangan tidak ada hubungannya dengan kecerdasan, lebih banyak berhubungan ke perilaku. 


Pendahuluan di buku The Psychology of Money berkisah tentang seorang yang terkesan biasa-biasa saja namun bisa mewariskan sejumlah uang yang begitu besar kepada keluarganya karena berinvestasi dengan bijaksana.


Di lain sisi, ada seorang pengusaha yang begitu kaya namun dinyatakan pailit karena membuat keputusan yang begitu sembrono. Ia memutuskan merenovasi rumahnya dengan uang yang begitu besar dari bisnisnya. 


Jadi, pada intinya, kalau mau kaya jalanilah hidup dengan prinsip pendapatan lebih besar dibandingkan pengeluaran. Kurang-kurangilah ketamakan dan perbanyak menabung. Aiiih, sulitnya mak!


Kebangkrutan dan Keputusan-Keputusan Bisnis di The Psychology of Money


psychology of money

Penulisnya juga banyak menjelaskan fenomena dalam usaha bisnis di dalam buku ini. Misalnya saja, keputusan Mark Zuckerberg yang menolak tawaran Yahoo untuk membeli Facebook ternyata menghasilkan buah yang amat manis di masa sekarang. 


Perkembangan Facebook sebagai platform media sosial terbesar membuat Mark jadi bisa menguasai banyak medsos lain yang juga kini merajai dunia manusia, huhahaha (ketawa jahat). Sebut saja Instagram atau WA yang kini udah jadi semacam app wajib di hape manapun.


Namun, keputusan yang sama ketika Yahoo menjolak tawaran pembelian dari Microsoft di masa lalu, ternyata menjadikan perusahaan ini menemui akhir. Hiks, Yahoo udah tamat karena persaingan search engine emang lagi dikuasai banget sama mbah Gugel. 


Dari sini kita bisa sama-sama melihat bagaimana keputusan yang sama menghasilkan takdir yang berbeda bagi perusahaan ini. 


Ada lagi kisah tentang pengusaha yang cukup ‘brutal’ karena menabrak garis-garis batasan hukum. Sebagian dari mereka ada yang berhasil sehingga disebut sebagai sosok yang visioner dan berani. 


Namun, tentu ada sebagian dari mereka yang tersangkut kasus sehingga julukannya pun berbeda, bukan visioner dan berani seperti sosok yang berhasil, melainkan ceroboh dan sembarangan.


Karenanya, penulis merangkum fenomena ini dengan satu kalimat penutup yang apik: risiko dan keberuntungan adalah dua sisi koin yang sama. Tak ada yang sebagus atau sejelek kelihatannya. 


Definisi Kaya dan Persiapan Mentalnya


psychology of money


Kekayaan dikupas di dalam buku ini sebagai sesuatu yang mungkin agak berbeda dengan persepsi pada umumnya. Kata buku The Psychology of Money, kekayaan adalah apa-apa yang tak Anda lihat. Kekayaan bukan barang yang berhasil Anda beli, melainkan sisa uang yang ada setelah membeli kebutuhan hidup. 


Nah lo. Jadi, sisa gaji yang tak terpakai adalah definisi nominal kekayaan yang kita punya. Agak gimana gitu ya mendengar definisi yang beda gini?


Saya cukup lama memikirkan kata-kata yang nampaknya jadi semacam realitas baru. Agaknya, definisi kekayaan yang kita tahu selama ini mungkin adalah sebuah kekeliruan. Kekayaan bukanlah barang yang sudah dibeli, melainkan sisa uang yang dimiliki setelah membeli barang-barang,


Dengan memiliki sisa uang setelah memenuhi kebutuhan hidup, kita bisa menabung seperti saran bu guru zaman SD, untuk membeli waktu di masa depan. Dengan memiliki tabungan untuk uang darurat, kita bisa lebih merencanakan hal dengan baik di masa sempit. 


Misalnya, tiba-tiba kena PHK, kita bisa menggunakan tabungan untuk kebutuhan hidup sehingga bisa berpikir mau melakukan apa untuk ke depannya. Inilah maksud dari istilah membeli waktu. Sesuai dengan kata-kata di buku ini: kendali atas waktu adalah dividen terbesar yang bisa diberikan uang


Buku ini juga membahas soal mental yang benar untuk meraih kekayaan dan untuk mempertahan kekayaan. 


Mental untuk meraih kekayaan sangat berbeda dengan mental mempertahan kekayaan. Untuk bisa jadi kaya, kita mesti muncul dan berani untuk mengambil risiko. Sedangkan untuk mempertahankan kekayaan, mental yang mesti dimiliki adalah sedikit paranoia dan efisien.


Kesan Pesan Membaca Buku The Psychology of Money


Membaca buku The Psycholgy of Money adalah pengalaman yang menyenangkan. Penuturan istilah-istilah di dalam buku ini cukup mudah dimengerti untuk awam macam saya dan … uhhh penuh banget sama kisah-kisah yang nggak saya bayangkan sebelumnya.


Selain yang sudah saya jabarkan di atas, buku ini tentu masih memiliki konten lain yang begitu dalam. Rasanya hampir tiap bab ada saja cerita untuk yang dihubung-hubungkan sama penulisnya dengan dunia uang-uangan.


Aku spill satu, yo. Misalnya ada di bab investasi, penulisnya menuliskan cerita tentang ice age yang sudah dialami bumi ini selama empat kali. Dari analogi penumpukan es di masa ice age, penulisnya menjelaskan bagaimana penumpukan uang di dunia investasi bisa sangat menguntungkan.


Membaca buku ini tentu nggak serta-merta membuat saya atau pembacanya jadi kaya. Buku ini malah sama sekali nggak mengajarkan cara cepat jadi kaya atau mesti investasi di mana supaya untung miliaran.


Buku ini ‘hanya’ mengajarkan tentang bagaimana bersikap yang layak ketika sedang gagal atau berhasil dalam dunia keuangan. Tentang psikologi manusia yang tepat saat berhadapan dengan uang yang sangat adikuasa. 


After all, buku The Psychology of Money emang rekomen sih buat dibaca. Penuturannya sederhana dengan mengangkat topik-topik berat. Cocok untuk mengisi waktu jeda sembari menunggu episode baru anime Spy x Family yang gak kunjung rilis.


Baca juga: Buku Human Kind, Masihkan Manusia Memiliki Hati Nurani?