Aku kemaren baru aja ngepoin salah satu blog ibu ibu di anggota menulis yang punya konsep unik banget. Artikelnya selalu bertemakan satu kata, kebetulan banget yang aku baca adalah tentang ‘imbang’ yang kontennya adalah tentang masalah ITB dan kasus pinjol. Yah, karena aku emang orang luar, maka info yang aku tangkap hanya dari medsos. Dari artikel ini, setidaknya aku memahami adanya penjelasan dari sisi dan perspektif lain. 

menulis hobi
Selain kata ‘imbang’, ada begitu banyak kata tunggal lain yang menjadi inti tema dari artikel di blog ini. Setelah melihat blog ini, rasanya kegiatan menulis sebenarnya bisa terinspirasi dari hal-hal sederhana, bahkan dari satu kata saja. Kadang, aku pun ngerasa gak punya inspirasi untuk menulis, gak punya ide untuk bisa menulis setiap hari. Padahal ya, apapun bisa dijadikan tulisan: keluhan hari ini, kejadian terciprat minyak goreng saat masak, sampai soal pergulatan politik hari ini yang sangaaaat seru dan penuh drama, huhuhuhu.  


Aku pernah beli bukunya Puthut EA yang berjudul Buku Latihan untuk Calon Penulis. Bukunya sendiri hampir kosong yang isinya adalah tugas dari beliau untuk menulis pelbagai pengalaman dengan berbagai kondisi, perasaan, dan situasi. Pada dasarnya, menulis adalah soal latihan dan senam jari. Idenya sendiri bisa diambil dari berbagai sumber: pengalaman pribadi, Youtube, sampai tulisan orang lain. Dari ide ini bisa dikembangkan dengan penggabungan pemahaman kita yang ditambah dengan berbagai sumber yang pernah kita baca, tonton, dan dengar. 


Puthut EA juga pernah menuliskan bahwa banyak orang berbakat menulis yang ia temui tapi berakhir tidak menjadi penulis. Sebaliknya, banyak orang yang sepertinya tidak punya bakat menulis berakhir menjadi penulis karena suka, ulet, dan tekun. Kalimat tepatnya sendiri aku sudah lupa, tapi kira-kira maknanya seperti itulah.


Untuk diriku yang sekarang, menulis tidak lebih dari sekedar hobi. Ketika aku masih bekerja sebagai penulis website, aku sendiri sudah tidak bisa menikmati menulis sebagai hobi. Setiap kali punya waktu luang, sudah jelas akan aku gunakan untuk menonton dan jalan-jalan. Akibatnya ada gap di mana blogku kosong karena penulisnya sudah terlalu letih untuk menulis karena hobi.


Jadi, bagaimanapun kondisinya, aku akan selalu mensyukuri segala kondisi. Ketika menulis jadi pekerjaan, ya aku syukuri. Ketika menulis sudah gak jadi kegiatan primer, ya aku nikmati. Yah, setelah umur segini, hidup sederhana dan biasa jadi sebuah rasa syukur. 


Mimpi Tak Boleh Mati


menulis hobi

Ada satu kata di novel Sang Pemimpi yang buat aku tergugah bahkan sampai sekarang. Momen ketika Arai memarahi Ikal yang sudah kehilangan motivasi untuk bekerja dan sekolah, ketika itu ia berteriak pada Ikal yang sudah hilang arah, “Tanpa mimpi, orang seperti kita akan mati.”


Wew, rasanya itu bener banget sih. Pada dasarnya yang membuat manusia menikmati kehidupan adalah sebuah rasa ingin. Dengan rasa ‘ingin’ ini, manusia membuat tujuan, target, dan cita-cita. Dengan tujuan yang jelas, manusia merancang ‘mainannya’ sendiri di dalam kehidupan. Dengan memiliki ‘mainan’ yang bermanfaat, manusia akan merasa memiliki makna. 


Yep, mimpi memang tak boleh mati, bahkan ketika usia sudah tua, bahkan ketika realita melindas semua harapan. Wkwkwk, kata-kataku sudah kayak aktivis, belum?


Maksudku adalah mimpi memang tak boleh mati, tapi boleh banget dikondisikan sesuai dengan situasi. Ketika kondisi sedang sulit, tunda saja mimpinya. Ketika kondisi sedang rumit, kerjakan mimpinya pelan-pelan saja. Yang penting konsisten, yang penting rasa ‘ingin’ itu masih nampak di alam pikiran. Itu sudah cukup.


Sudah dulu lah senam jari hari ini. Dari sebuah kegiatan blogwalking dan isu kampus ITB, artikel ini berakhir tentang mimpi dan cita-cita.


Baca juga: Perkembangan Pemilu di X, Dari Mamang Tukang Kerupuk sampai Om Tom Lembong