Drama Jepang The Road to red Restaurant List adalah salah satu serial yang super santai yang menceritakan petualangan kuliner seorang pegawai kantoran. Dari segi cerita serial ini memang dibuat biasa aja yang minim konflik. Tapi entah kenapa ya kok rasanya nonton drama begini doang aja bisa nagih banget. Sukaaaaaa. 

Singkat The Road to Red Restaurant List


The Road to Red Restaurant List

Kisah ini menceritakan seorang bapak-bapak pegawai kantoran yang melakukan perjalanan ke kota terpencil untuk kulineran. Udah. Simple banget kan.


Akan tetapi, di setiap awal serialnya, ada konflik soal pekerjaan atau keluarga yang membuat perjalanan Suda Tamio ini jadi lebih menarik. Konfliknya nggak berat-berat banget sih. Misalnya saja tentang dirinya yang terkesan kolot dan konservatif di kantor, sehingga idenya ditolak sedangkan ide dari pegawai junior justru diterima perusahaan. Hiks, mengsedih.


Ada juga kegalauan karena Suda dikatain bau orang tua oleh anaknya sendiri. Selama di episode 'galau karena dikatai tua' berjalan, Suda menemukan restoran tua yang menyajikan tonkatsu lezat dengan salad dan saus buatan sendiri. 


Di sini, si pemilik restoran tampaknya memahami masalah Suda Tamio sehingga terus-menerus memanggilnya dengan sebutan Tuan Muda agar semangatnya meningkat. Di akhir episode, pemilik restoran mengatakan padanya untuk bisa bekerja cerdas karena dari segi tenaga jelas ia sudah kalah dari pegawai yang muda.  


Makna Perjalanan Kuliner di Serial The Road to Red Restaurant List

The Road to Red Restaurant List

Istilah Red Restaurant sebenarnya merujuk ke sebuah restoran lokal yang nggak terkenal tapi punya cita rasa super enak. Karena nggak punya penerus atau modal yang cukup untuk bertahan, restoran ini kemungkinan akan punah saat pemilik restoran sudah tidak bisa mengelolanya lagi. Kira-kira begitulah penggambarannya.  


Buat saya, serial ini enak banget sih buat diikuti. Masalahnya sangat realistis dengan pekerja yang pasti mengalami tekanan dari segala arah di kantor. Karenanya, Suda Tamio mengisi waktu weekend-nya dengan healing berkeliling kota untuk mencari kuliner langka. 


Salah satu episode yang saya suka adalah ketika ia menyadari bahwa ada salah satu bawahannya yang lupa dengan namanya. Padahal ia sudah membantu junior tersebut ketika ada kesulitan di tempat kerja. Di sini ia kesal setengah mati dan menyumpah di dalam mobilnya. Wkwk, lucu lah.


Kisah keluarganya Suda Tamio juga asik untuk diikuti. Sang istri dan anaknya adalah penggemar berat ido Jepang. Mereka melakukan berbagai perjalanan demi bisa menonton konser idol tersebut. 


Kisah Sampingan yang Seru di The Road to Red Restaurant List


The Road to Red Restaurant List

Ada salah satu tokoh sampingan yang latar kisahnya diungkap dalam serial ini. Tokoh unik ini (saya lupa namanya) adalah bapak-bapak freelance writer yang emang hobi travelling. Ia bahkan punya mobil karavan khusus camping yang kece. Di dalamnya ada kasur, penghangat, sampai dapur. Mantep lah. 


Di sini ternyata ia punya masalah keluarga. Sang istri marah besar karena dirinya membeli mobil camping ini tanpa persetujuan. Diam-diam. Biasalah bapack-bapack emang sering gitu. 


Karenanya, sang istri kabur dan pulang kembali ke rumah keluarganya. Si suami yang mengsedih akhirnya galau mau ke kampung halaman istrinya untuk minta maaf atau tidak. 


Yah…. lanjutan kisahnya tonton sendiri yaw di filmnya.


The Road to Red Restaurant List = Kisah Nyata


The Road to Red Restaurant List

Di setiap episodenya yang berdurasi 20 menit ini habis, selalu ada tulisan yang menyatakan bahwa kondisi restoran disesuaikan dengan aslinya. Nah, ini dia menariknya. Artinya kan kisah 12 restoran di dalam 12 episode ini ini benar-benar ada di Jepang! 


Restoran dengan kisah panjang pemiliknya serta adanya kemungkinan usai jika pemiliknya sudah ‘selesai’. Itulah inti kisah The Road to Red Restaurant List. 


Menikmati restoran lokal emang kadang menuntut kesabaran, misalnya kursi yang terlalu berdekatan sehingga Suda Tamio kebingungan mau duduk di mana agar tidak menghalangi jalan.  Atau malahan meja kursi yang kurang sehingga mesti duduk bersama orang asing. 


Lalu, ada juga kisah tentang orangtua pemilik restoran yang enggan menyajikan menu yang berbeda-beda karena sudah sangat sepuh, ia sudah tak lagi memiliki tenaga tapi ramennya sangat enak. Macam-macam lah.


Pada akhirnya, punya hobi emang enak sih untuk bisa menyalurkan energi negatif yang mungkin terakumulasi. Menemukan kisah baru, teman baru, dan yang terpenting menemukan pemahaman hidup yang baru.


Gara-gara Suda Tamio saya jadi pengen juga punya mobil dan bisa ngendarain mobil supaya nanti weekend bisa healing nyari restoran lokal. Kok kayanya asyik ya punya hobi begini. Selamat jalan-jalan di Jepang bersama Suda Tamio di The Road to Red Restaurant List.


Baca juga: Anime This Club Art Has A Problem, Ketika Cinta Masih Terasa Semanis Buah Jambu