Hidup Damai Tsuneko Nakamura Hiromi Okuda



Judul: Hidup damai tanpa berpikir berlebihan

Penulis: Tsuneko Nakamura dan Hiromi Okuda

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit: 2021

Jumlah Halaman: 174



Buku apa yang paling enak dinikmati di kala momen hidup sedang naik gunung? Kalau gak komik, harlequin, genre self healing bisa banget jadi penyembuh lelah, kayak buku yang satu ini.


Penulisnya sendiri adalah seorang dokter psikiater yang susah bekerja hampir selama 80 tahun. Uwooo sekali kan?


Sekilas tentang Kehidupan Dokter Tsuneko


Dokter tsuneko adalah seorang perempuan yang hidup di zaman Jepang sedang ikutan pernah dunia kedua. Di momen itu, hampir semua dokter laki laki ditarik menjadi bagian dari pasukan penyelamat perang dunia kedua. Jadi, secara otomatis ada program pendidikan dokter yang dibuka besar-besaran untuk perempuan demi mengisi kekosongan kebutuhan dokter di dalam negeri.


Sebagai anak dari keluarga miskin di kampung, dokter tsuneko sangat menyadari bahwa dirinya hanya akan berakhir dengan dinikahkan pada laki laki di kampungnya kalau sampai menolak tawaran omnya untuk mengikuti pendidikan dokter ini. karenanya,  dengan tekad sekuat baja, ia berangkat pergi dari desa dan orangtuanya.


DI tahun segitu, kehidupan jelas tidak berjalan dengan mudah seperti sekarang. Selain harus berusaha bertahan hidup di tengah kekacauan Jepang di tahun 1945, yang jelas banyak pesawat perang yang memborbardir dan menimbulkan teror di tengah rakyat sipil, dokter Tsuneko juga mesti mencari penghidupan sendiri.


Profesi dokter di tahun segitu nggak kayak sekarang yang punya pendapatan tetap. Ia mesti menjalani beberapa tahun percobaan tanpa digaji, padahal dokter Tsuneko tidak memiliki keluarga yang bisa menopang kehidupannya di tengah kota besar. Jadi, ia mesti memilih untuk tidak bekerja di rumah sakit. 


Di tengah kebimbanganya, ia mendapatkan tawaran untuk bekerja di sebuah klinik. Di sana ia bekerja sebagai asisten sekaligus merawat anak pemilik klinik.


Buku Petuah yang Penuh Hikmah


Yap, sampai di sini dulu saya spoiler soal kehidupan penulisnya. Buku ini sebenarnya disusun dengan komposisi yang cukup seimbang. Sembari menceritakan perjuangan dokter Tsuneko dalam menjalani kehidupannya, ia akan menuliskan beberapa pelajaran hidup yang tentunya nilai-nilainya sangat membuat hati jadi antem ayem.


Salah satu yang paling saya ingat adalah tentang tujuan bekerja untuk mencari uang. Tidak apa-apa kok memiliki tujuan mencari uang dalam melakukan pekerjaan. Itu hal normal sebagai manusia. Jadi, gak mesti melulu mesti idealis untuk pemenuhan batin dan passion. Anggap saja pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan mencari uang adalah juga sebuah perjuangan. 


Yang pasti perlu diingat dalam melakukan pekerjaan adalah menikmatinya. Jika tidak bisa melakukan pekerjaan dengan totalitas 100%, cukup lakukan dengan 60%. Penting untuk bisa bertahan dalam segala kondisi, karena apapun pilihan pekerjaan pastilah memiliki sisi tidak enaknya masing-masing.


Dokter Tsuneko pun menceritakan bagaimana akhirnya ia bisa menjadi dokter psikiater, sebuah profesi yang tidak pernah ia damba-dambakan. Namun, pada akhirnya ia menjalani profesi ini selama hampir 70 tahun. Can you imagine? 70 tahun!


Yah, selain soal pekerjaan, Dokter Tsuneko juga menceritakan kisah hidupnya dalam menghadapi problematika rumah tangga. Sama seperti mak emak pada umumnya, ada saja masalah dengan mertua, orangtua, dan juga suami serta anak yang pasti akan mewarnai kehidupan kita sebagai manusia. 


Satu hal lagi yang saya ingat pesan dokter Tsuneko di dalam buku itu. Beliau berkata bahwa pengalaman memiliki anak adalah sebuah perjalanan psikologis yang baik untuk pertumbuhan diri. Jadi, sebisa mungkin milikilah anak di dalam kehidupan. Kira-kira begitu lah pesannya.


Sekian dulu review buku kali ini. Saya mengetik ini dalam kondisi hamil 9 bulan dan sedang menanti kelahiran anak kedua, jadi lagi ambil cuti cuci piring dalam waktu yang tidak ditentukan.