Kegiatan menanam bawang merah memang sebuah tantangan tersendiri bagi petani. Hama dan penyakit yang banyak, cenderung menjadikan tanaman ini jadi semacam ‘bayi’ yang perlu perhatian maksimal agar hasil panen bisa optimal di antara gempuran banyak hama dan penyakit, di setiap musim. Makanya, mungkin dengan pikiran semacam itu, buku Hama Bawang Merah Bertekuk Lutut ini dibuat. Aku baca buku ini di aplikasi Ipusnas, bisa dipinjam gratis tanpa antrian. Silakan dicari.

Isi Buku Hama Bawang Merah Bertekuk Lutut


hama bawang merah bertekuk lutut

Sebagai buku non fiksi tentang hama dan penyakit bawang merah, buku ini termasuk sangat menyenangkan. Gak banyak teori, isinya kebanyakan adalah pengalaman petani yang kemudian akan ditambahi dengan penuturan ahli dari dosen kampus tertentu (ehem, IPB). Melihat nama-nama dosen di buku gini rasanya aku jadi setengah menyesal sudah jadi mahasiswa yang hobi ketiduran di kelas, bukannya banyak bertanya. Haeh.


Kisah yang banyak ditulis di buku ini adalah pengalaman petani bawang merah dari Brebes. Sebagai penghasil bawang merah terbesar di Indonesia, Brebes jelas sudah mengalami banyak asam garam, manis dan pahit dari budidaya bawang merah. 


Mulai dari penyakit antraknosa yang jadi penyakit pasti tiap musim hujan dengan gejala daun yang memutih dan melepuh, lalu mati seketika. Untuk kasus ini, petani biasanya menggunakan pestisida dengan bahan aktif propamokarb atau tebukonazol. Lakukan perbaikan drainase, longgarkan jarak tanam menjadi 10x15 cm. Selain itu, berikan pupuk tinggi kalium dan fosfor untuk mencegah layu fusarium. 


Hama Bawang Merah di Musim Kemarau


hama bawang merah

Kalau musim hujan identik dengan serangan penyakit, maka serangan hama sangat identik dengan musim kemarau. Kasus hama Liriomyza biasanya petani atasi dengan pestisida berbahan aktif tiodikarb dan triflumuron yang merupakan racun telur dan perut. 


Pestisida dengan bahan aktif fipronil biasa digunakan untuk menekan hama bawang merah seperti ulat, thrips, dan ulat tanah. Aplikasinya saat tanaman berusia 15 hst, dengan frekuensi 6-8 kali sampai tanaman berumur 40 hst. Untuk mencegah resisten pada tanaman, gunakan insektisida dengan lebih dari 1 bahan aktif. 


Hama ulat grayak di bawang merah juga jadi kemelut di musim kemarau. Untuk mengantisipasi, aplikasi pestisida bisa dilakukan 8-10 hst atau ketika telur mulai terlihat di lahan. Perangkap cahaya juga bisa jadi pilihan. Atau ada juga siantraniprol, bahan aktif insektisida untuk ulat grayak. Perangkap petani yang memanfaatkan kertas karton putih yang diletakkan di dalam sebuah botol lalu luarnya diberi lem tikus juga bisa jadi alternatif murah pengganti perangkap cahaya. 


Pentingnya menggunakan perekat juga dibahas dalam buku ini. Pada musim hujan, hampir 80 persen pestisida hanya tercuci li lahan. Makanya, penggunaan perekat sangat menentukan optimalisasi dari aplikasi pestisida itu sendiri. Disisnya cukup 1 sdt, atau sekitar 5-6 ml per tangki. Penggunaan perekat yang terlalu banyak juga berbahaya karena bisa membuat tanaman menjadi gosong.


Itulah ringkasan singkat ilmu yang ada di buku Hama Bawang Merah Bertekuk Lutut yang diterbitkan Trubus. Halamannya cuman 46, isinya oke, cocok untuk menemani satu gelas kopi di siang hari. Selamat membaca.