Re Perempuan karya Maman Suherman



Judul buku pertama: Re:
Penulis Maman Suherman
Penerbit: KPG
Jumlah Halaman: 171


Judul buku kedua: peREmpuan
Penulis: Maman Suherman
Penerbit: KPG
Tahun: 2016
Jumlah Halaman: 204

Buku ini saya ketahui dari kuis berhadiah yang diadakan akun Instagram perpustakaan digital Ijakarta. Awalnya saya memang terpaksa baca buku ini demi iming-iming hadiah. Tapi pada ujungnya ternyata saya jatuh cinta.

Buku karangan Kang Maman Suherman ini mengangkat tentang kehidupan pelacur lesbian pada tahun 80an. Luar biasa ya, tahun segitu sudah ada pelacuran, lesbian pula. Seperti kata Andre Hirata dalam novel Orang-Orang Biasa: prostitusi adalah profesi tertua umat manusia. 

Oh, iya buku ini terdiri dari dua seri, yang pertama berjudul Re: dan yang kedua berjudul peREmpuan. Saya akan bahas langsung kedua-duanya.

Btw, karena ini ulasan dua buku yang dijadikan satu, akan lebih banyak spoiler yang tak sengaja tertulis. Jadi, buat yang benci spoiler, jangan gebukin saya, okeh?

Sinopsis 1+2

Sesuai judulnya, Re adalah tokoh utama dalam buku ini. Profesi nya ialah pelacur lesbian. Pertemuan Re dengan mami Lani, seorang mucikari, diawali dengan kondisi Re yang saat itu sedang hamil besar. Ia tak berdaya dan tak punya uang. Mami Lani dengan lembutnya menawarkan bantuan. Yang ternyata hal ini berujung pada pemaksaan diirnya untuk menjadi pelacur lesbian di Jakarta.

Demi menghidupi anaknya, Re terpaksa melakukan itu semua. Detail mengenai kerasnya kehidupan sebagai pelacur dijabarkan dengan lugas, sehingga saya sebagai pembaca jadi ikut merasakan ngeri-ngeri sedap. Mulai dari  kekerasan seksual yang sering dialami selama melayani pelanggan, sampai pada ancaman dibunuh secara keji jika ingin kabur dari Mami Lani.

Semua tulisan di dalam buku pertama dan keduanya merupakan sudut pandang dari tokoh Herman. Ia adalah seorang mahasiswa sekaligus jurnalis yang sedang mengerjakan skripsi. Ia menyamar menjadi supir pribadi Re untuk mengumpulkan data mengenai dunia pelacuran lesbian di Jakarta.

Petualangan Herman dalam menyaksikan  kehidupan keji para pelacur sangatlah beresiko. Namun, pada ujungnya ia malahan memendam rasa cinta yang mendalam terhadap Re.

Dalam buku keduanya, diceritakan bahwa Re sudah meninggal dengan kondisi tragis. Anaknya, Melur, yang sudah dewasa sedang mengenyam pendidikan di luar negeri. Secara keseluruhan isi buku kedua agak monoton, menceritakan tentang kegundahan Melur tentang ketidakadilan hukum terhadap kasus pembunuhan ibunya. Namun, ending buku keduanya ini memiliki twist yang cukup memelintir hati, wkwk. Saya suka ending yang rada pahit begini.

Hak Asasi Manusia

Tulisan kang Herman dalam buku ini sangat menyentuh soal hak asasi yang selama ini memang hanya sebatas slogan. Pembunuhan para pelacur yang dilakukan Mami Lani tak pernah diusut oleh petugas kepolisian. Padahal kejadian ini jelas bukanlah kecelakaan, melainkan kekerasan yang dilakukan pihak tertentu. Namun, kepolisian dalam buku fiksi ini tak melakukan penyelidikan lebih lanjut. 

Beberapa kali dalam buku kedua, Melur mengajukan protes keras terhadap ketimpangan hukum yang terjadi di Indonesia. Ia juga mengeluhkan soal pandangan masyrakat yang suka memandang sebelah mata profesi pelacur, sehingga tak ada satupun yang berdiri membela ketika para pelacur mendapati haknya dilanggar.

Ada satu poin lagi yang menarik dalam buku keduanya, yakni pembahasan antara Herman dan Melur soal vigilante. Saya langsung gugling terkait istilah yang baru pertama kali saya dengar ini. Vigilante adalah seseorang yang menegakkan hukum dengan caranya sendiri.

Vigilante sendiri agakanya serupa dengan fenomena persekusi, terutama pada pelaku kejahatan pencuri, perampok, atau pencopet. Masyarakat yang geram karena lambannya penegakkan hukum atas tindak-tanduk kriminal kelas bawah begini jadi brutal dan beringas ketika pelaku tertangkap oleh tangan mereka sendiri. Tak ayal kejadian persekusi yang jelas juga melanggar hukum sudah seperti menjadi tabiat masyarakat.    

Fiksi Rasa Realiti

Ini dia yang saya rasakan ketika membaca buku ini. Karena saya terus menerus membaca testimoni orang lain bahwa buku fiksi ini sebenarnya adalah penelitiannya si penulis. Saya jadi terus bertanya dalam hati, apakah semua kebejatan Mami Lani asli atau fiksi? Semua terasa begitu nyata. Lalu, pertanyaan yang paling penting, apakah Herman aka penulis benar-benar jatuh cinta pada Re?

****

Sebagai seorang mahasiswa FSIOPOL UI, bagian krominolog, tokoh Herman sangat membuat saya ngiler untuk juga memepelajari tentang kriminalitas. Gegara komik Detektif Conan, segala hal yang berbau kriminalitas jadi terasa menarik untuk ditelusuri lebih jauh, ya kan?